17 January, 2012

BIOLA TAK BERDAWAI




(Terilhami dari curahan hati orangtua yang anaknya divonis menderita Down Syndrome)



Ada 2 keadaan : kesusahan dan bencana... dan juga 2 suratan : kenikmatan dan kebahagiaan...


** Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru (QS. Ath-Thalaq :1) **


Anak adalah karunia terbesar yang diberikan sang Pencipta kepada manusia. Dalam menciptakan manusia, Allah punya rahasia tersendiri. Ada yang dilahirkan normal dan ada pula yang dilahirkan istimewa, salah satunya adalah anak-anak yang dilahirkan sebagai tunadaksa.

Saat anak kita lahir, tentunya perasaan kita sangat senang, bahagia, lega, dan entah perasaan apalagi bercampur aduk menjadi satu, terutama sang ibu. Namun kebahagiaan itu bisa lenyap begitu saja oleh sepatah kata dari dokter: down syndrome, autis, atau apa pun yang intinya mengatakan bahwa bayi yang baru lahir itu kelak akan menjadi seorang tunadaksa. Kebahagiaan itu tiba-tiba lenyap seperti tersapu angin. Mendapatkan anak dengan kelainan merupakan pukulan tersendiri bagi orang tua. Rasa sedih, tidak dapat menerima kenyataan, sampai depresi dan ingin bunuh diri adalah reaksi yang seringkali dan pasti ditemui pada orangtua yang anaknya mengalami kelainan.

Sesungguhnya, yang disebut cacat itu bukanlah kelemahan fisik atau mental. Anak-anak itu -tanpa melakukan apa-apa-, dengan segala keterbatasan –hanya dengan senyumannya- mampu menyadarkan kita bahwa masih ada keajaiban di muka bumi ini, bahwa masih ada sesuatu yang layak kita syukuri.

** Adakalanya Allah memberikan kenikmatan kepada suatu kaum dengan ujian yang berat, adakalanya Dia menguji suatu kaum dengan kenikmatan yang besar ***

Mereka adalah anak-anak dari surga. Mereka datang diantara kita untuk menunjukkan kebesaran Allah, menguji sejauh mana kesabaran dan keikhlasan kita dan menjadi “sarana” kita mengenal dan mengingat Allah.

Bukankah sahabat terbaik adalah sahabat yang kala menatapnya, kita teringat pada Allah? Seperti itu juga seorang anak. Anak terbaik adalah anak yang kala orangtua menatapnya, mereka ingat pada Allah. Bukankah seperti itu juga yang dilakukan anak-anak istimewa itu? Dengan segala keterbatasannya, mereka mampu membuat kita berucap “Subhanallah”, bahkan untuk hal-hal kecil yang mampu mereka lakukan.

** Pada setiap sesuatu ada tanda yang menunjukkan ke-esa’an NYA... Terimalah realita yang harus dihadapi dan berbahagialah dengan apa yang telah engkau peroleh, bersikap ridhalah atas bagian yang di berikan Allah kepadamu **

Anak-anak tunadaksa seperti biola tak berdawai. Mereka mempunyai keindahan tersendiri. Mereka mempunyai nada-nada, suara-suara tersendiri, tapi mereka tak mampu menyuarakannya seperti kita berteriak pada dunia. Mereka punya jiwa, punya hati. Mereka punya dunia sendiri yang tidak mungkin bisa kita masuki, tapi bukan berari TIDAK BISA kita pahami. Jiwa disentuh dengan jiwa, hati disentuh dengan hati... Mengapa tidak kita ambil saja manfaat dari semua kenikmatan yang telah Allah kirimkan kepada kita?

** Betapa banyak kenikmatan yang tidak disyukuri karena terlindung di balik bayang-bayang **

Memang bukan hal yang mudah menjalani peran sebagai orangtua dari anak-anak istimewa itu. Itu bisa menjelaskan mengapa masih saja bayi-bayi berkepala besar, berwajah mongoloid, dan kelainan-kelainan yang ditemukan di tempat sampah atau di depan pintu panti asuhan. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan orangtua yang membuang anaknya seperti itu, bisa saja mereka berpikir bahwa mungkin nasib anaknya akan jauh lebih baik bila ditemukan dan dirawat orang lain daripada dirawat sendiri oleh mereka.

Tapi tetap saja miris rasanya hati ini jika membayangkan bayi-bayi itu ditinggalkan begitu saja di tempat sampah atau di depan pintu panti asuhan... Bukankah cinta adalah berarti mau menerima dalam kondisi apa pun dan melakukan yang terbaik untuk membuat orang yang kita cintai bahagia? 

** Bila anak terjatuh, jangan habiskan waktu untuk menangis dan meratapinya, namun hendaklah segera mengurus luka anak itu **

No comments:

Post a Comment